Selasa, 15 Juli 2008

MANAJEMEN PON XVIII

Lilianto ApriadiINI PON, BUKAN KLIWONKamis, 10 Juli 2008 pukul 13:6:21 WIB
Hitung-hitungan makna hari bagi orang Jawa, Kliwon memiliki arti tersendiri. Bahkan sering dibikin makna untuk menunjukkan suasana menakutkan. Berbeda dengan Pon, ia kalah ”ngetop” dibanding Kliwon. Nah, PON yang sedang berlangsung di Kalimantan Timur sekarang ini juga berjalan adem ayem saja.Tidak ada judul film ”Malam Jumat Pon”, tapi yang ada ”Malam Jumat Kliwon”. Di antara makna hari, Kliwon memang yang paling sering digunakan dalam cerita-cerita fiksi atau pembicaraan sehari-hari. Maka seperti Pon dalam makna hari, PON yang sedang berlangsung di Kalimantan Timur juga kurang menjadi bahan pembicaraan masyarakat. Padahal PON yang satu ini merupakan ajang adu prestasi atlet-atlet Indonesia.Dalam acara pembukaan Sabtu (5/7), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono malah menyebut kalau PON XVII itu diharapkan menjadi kebangkitan olahraga Indonesia. Hal itu dikaitkan dengan peringatan 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada 20 Mei 2008. Bawahan Sang Presiden, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, Adhyaksa Dault melakukan promosi berkali-kali lewat layar televisi, mendengungkan bahwa kita sedang mempunyai hajat besar olahraga di Kaltim itu. Sama dengan Presidennya, PON tahun ini dianggap sebagai kebangkitan olahraga Indonesia.Wealah, walau diagung-agungkan demikian gede, tanyakan saja pada Tukijo pedagang gorengan di bilangan Kranggan Cileungsi Jawa Barat. Ia kagak tahu adanya PON.”Tapi, kalau yang kemarin Piala Eropa yang jadi juara Spanyol, saya nonton, Om!” katanya.Mungkin bertanya kepada Tukijo salah alamat. Di saat dampak kenaikan BBM demikian dahsyat barangkali Tukijo malas memperhatikan hal lain kecuali meningkatkan jualannya agar ludes setiap harinya. Baiklah, tanya juga aksi para penggila olahraga di Senayan yang sering berolahraga. Mereka rata-rata tidak mempedulikan PON. Begitu pula dengan para pemasang iklan yang selalu diburu oleh media massa agar menyemarakkan liputannya dengan klien-kliennya. Ternyata sepi. Halaman-halaman koran maupun tabloid yang diisi oleh liputan PON kosong melompong iklannya. Kalah dari liputan Piala Eropa lalu.Tapi jangan tanyakan betapa pentingnya PON buat Christopher Rungkat, petenis junior kita yang bulan lalu sukses menjadi juara ganda putra berpasangan dengan Henri Kontinen dari Finlandia di turnamen akbar Prancis Terbuka. Saking pentingnya dengan PON, pada Sabtu (5/7) lalu ia harus mengundurkan diri dari arena Wimbledon Junior, satu dari empat turnamen tingkat grand slam yang selalu diincar oleh setiap petenis di planet ini. Ia harus mundur di babak pertama dan meninggalkan rekan gandanya, Mbonisi Ndimande dari Zimbabwe saat kedudukan 7-6 (6).Tindakan Cristo itu sangat disesalkan, bahkan bisa disebut sebagai memalukan. Sebagai atlet yang sedang menuju ke arah profesional, seharusnya Cristo memiliki manajemen diri. Kok turnamen sebesar Wimbledon dikalahkan oleh PON? Alasan bahwa jadwal bentrok, rasanya sulit diterima. Jadwal PON sudah ada beberapa bulan lalu, begitu pula dengan jadwal Wimbledon. Lebih baik tidak ikut serta dari pada meninggalkan rekan petenis negara lain dan merugikan penyelenggaraan kelas dunia. Lebih ironis lagi karena hal itu dilakukan oleh atlet berusia muda.Apalah arti bonus ratusan juta rupiah dari daerah peserta PON dibanding pengalaman berharga di arena besar itu? Apalagi buat petenis berusia 18 tahun ini, pembinaan mental dan fisik di arena sebesar itu sangat menguntungkan dan sulit ditukar oleh uang. Cristo...Cristo... Siapa yang mengajarimu berlaku negatif seperti itu?

0 komentar: